Jumat, 22 Agustus 2008

kisah pilu dari berita hidayatullah.com

Sudah empat bulan terakhir ini, tumor itu membesar hingga menutupi sebagian wajahnya. Dan akhirnya, istri buruh kasar di Parung, Bogor ini telah tiada

Hidayatullah.com--"Uhh, sakit sekali pak, sakit." jerit Khadijah (27) kala sang suami menyapu nanah dan darah yang terus keluar dari mata Khadijah. Terlihat benjolan sebesar dua kepalan tangan dewasa pada mata kirinya. "Sudah empat bulan terakhir ini, tumor itu membesar hingga menutupi sebagian wajahnya."jelas Syukur (32) dengan tabah.

Di rumah reyot beralas tanah, berdinding anyaman bambu Khadijah tergolek tak berdaya menahan derita. Di atas kasur lusuh beralas tikarlah khadijah melewati hari demi hari. Pahit getir dan jeritan seakan menjadi makanan keseharian. Pekerjaan buruh kasar yang dilakoni sang suami hanya cukup untuk makan sehari. "Jujur pak, kadang saja kita harus berpuasa karena tidak ada makanan yang dapat dimakan." jelas sang suami kepada tim Buletin Zakat.

Suka dan duka harus dijalani. Bapak dua anak itu terus berupaya, sekeras ia bekerja untuk menyembuhkan permaisuri tercinta. Berobat di Puskesmas sekitar rumahnya pun menolak kehadirannya karena keterbatasan medis yang ada. Pengobatan tradisional silih berganti pun tak kunjung memberikan secercah harapan. Harapannya tinggal satu yakni membawa istrinya ke rumah sakit. Namun harapannya pun pupus dan sirna. Birokrasi administrasi tidak dapat ditembus. Ketidakmampuan biaya pengobatan menjadi hambatan. Keinginan untuk berobat ke rumah sakit hanyalah tinggal impian. Akhirnya ia pun menjadi 'perawat' pribadi gratis yang setia.

"Saya kasihan melihat penderitaan istri saya. Tumor ganas itu membuatnya tidak dapat mendengar dan berbicara." tambah Syukur bersedih.

Sang suami yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan kasar, tidak mendapatkan penghasilan tetap perbulan karena penghasilannya berdasarkan panggilan dari tukang yang diminta membangunkan rumah tempat tinggal di daerahnya. Penghasilan perbulannya hanya kurang lebih duaratus ribu rupiah saja, sementara ia harus juga mengeluarkan biaya kebutuhan sehari-hari untuk keluarganya.

Syukurnya, perjuangan sang Suami yang berbekal informasi dari Ibu Uun, salah seorang relawan BMH yang bermukim di Komplek Inkopad Parung Panjang bersambut positif. BMH menyambut permohonan itu dengan memberi bantuan. Perjuangan keras pun berbuah manis. Akhinrya Khadijah dibawa ke Rumah Sakit Cipto untuk melakukan operasi.

Manusia boleh berencana tetapi Tuhanlah yang menentukan. Jum'at, 27 April pukul 10.10 Khadijah dipanggil Maha Kuasa sebelum dilakukan operasi yang direncanakan pukul 14.00. Sedih dan pilu menyelimuti kalbu. Isak dan tangis keluarga dan BMH tidak terbendung. Terlalu sangat banyak ”khadijah-khadijah” yang kini sedang memerlukan bantuan.

Semoga kita menjadi orang yang bersyukur. Amin

Rabu, 20 Agustus 2008

pengokohan dakwah

Aktivitas Dakwah (al ‘amaliyatud da’wah) (Q.S.94:7)
Amal dakwah thulabi mengembalikan Bangunan yang hilang
Mengapa pelajar/ mahasiswa mengemban amanah ini ?
Karena :
Kekuatan Pemuda (Quwwatu as-Syabaab) adalah kemampuan, tekad, keberanian, dan kesabaran menghadapi tantangan. Pemuda adalah unsur kokoh yang mampu belajar keras, menguasai dan menghasilkan pemikiran serta pembaruan, Keimanan pemuda selalu memunculkan energi tersembunyi yg besar dalam bentuk gerakkan membina ummat, Pemuda adalah pelopor dan saran perubahan.
Memberi tanpa Berpihak/ objektif (‘athoo billa tahazzub)
Kelompok yg selalu bekerja (Qowmun ‘Amaliyyun)
Wanita dan Pria (al Mar’atu war Rojul)
Syuro tanpa Sikap Diktator (Syuro bilaa Istibdaad)
Bersifat Internasional (‘Alamiyyah)
Dukungan dan sambutan yang beragam (at ta’biiydu muqoo balatul mutanawi’ah) [ref; Q.S.3:146]
Soliditas Internal yg kuat (Quwwatul matanati ad dakhiliyyati) [ref; Q.S.64:4,3:103)
Sistem yg benar dan realistis (Minhaaju As Sohihul waaqi’iyyu)
Kemampuan dan keahlian yg mumpuni (At thoqotu wal mahaaratul muta’amiqotu) [ref; Q.S.17:84]
Meningkatkan kemampuan berkonfrontasi (tarqiyyatu qudratin litashodumi) [ref; Q.S.8:60]
Menguatnya iklim tarbiyah (taqwiyyatul jawwit tarbawiyyi) [ref ; Q.S.22:7)
Apabila karakteristik pengokohan dakwah telah mendukung maka akan terbentuk :
Kontrol Sosial terhadap dakwah islam tersebut.
Dan pendukungnya adalah :
Kepemimpinan, Pelayanan, dan Penjagaan
Kepemimpinan dan Keanggotaan (al-Qiyadah Wal Jundiyah)
Jama’ah tidak mungkin ada tanpa adanya kepemimpinan (Qiyadah). Tidak ada artinya qiyadah tanpa adanya hak didengar dan ditaati para anggota jama’ah.
Keteraturan anggota dalam jama’ah tidak akan terwujud tanpa adanya ikatan dan komitmen yang wajib dita’ati dan dilaksanakan.
Pelayanan
Kepemimpinan (Qiyadah) yang baik adalah yang mendahulukan kepentingan anggota jama’ah yang lebih membutuhkan atau lebih mendahulukan itsar kepada saudaranya dengan tujuan Mas’ul melayani kepentingan jundinya.
Ri’ayah (Penjagaan)
Menjaga kokohnya jam’ah dakwah adalah dengan cara : Meningkatkan selalu kafa’a dan al-Isti’ab jama’ah (baik syar’I atau yg lainnya), Meningkatkan Ruhul Istijabah, Meningkatkan dan menjaga nuansa Ghirah/ hamasah terhadap amanah dakwah, Menjaga dan meningkatkan eksistensi kerja jama’ah, menguatkan dan mengefektifkan an-Nizhom (aturan)

tanasuh

Gerbong kereta dakwah telah bergerak sejak awal kehidupan di dunia. Ia adalah satu-satunya kendaraan menuju Allah. Mau tidak-mau, suka tidak-suka, Jika ingin masuk ke surga Nya kita harus ikut kereta ini. Jangan sampai tertinggal atau tidak turut serta. Karena sama saja dengan menceburkan diri kelembah kehinaan. Jangan turun (futur) sebelum sampai ke tujuan akhir. Jika anda saat ini turun, maka segeralah kembali. Kereta ini tak kan pernah menunggu lama. Dan tak pernah menunggu siapapun. Ia akan terus bergerak, tapi untuk ikut gerbong ini tidak enak, tidak mudah, penuh kesedihan, banyak fitnah, penderitaan, dan pengorbanan yang luar biasa. Jadi, bersiaplah untuk “bersakit-sakit dahulu baru bersenang kemudian” menderita demi kemuliaan dari Allah berupa Surga Nya kelak

hidup baik

Jadikan hidup mu
bermanfaat saat ini,
untuk diri sendiri dan orang lain
Mengalirlah seperti air
yang tak surut walau banyak batu menghadang